Welcome Babe....

WELCOME BABE... Makasih ya, uda mau mampir..Selamat menikmati tulisan2 nya... :)

Jumat, 27 Januari 2012

Kue Molten Cokelat



Bahan:
500 g mentega
500 g dark cokelat
300 g gula pasir
10 kuning telur
10 butir telur ayam
150 g tepung terigu
1 sdt bubuk kayu manis
1 sdm Rhum

Cara membuat:


  • Siapkan mangkuk-mangkuk kecil tahan panas. Semir margarin, taburi sedikit terigu.
  • Tim cokelat dan mentega hingga leleh. Angkat.
  • Kocok kuning telur, telur dan gula hingga gula larut.
  • Masukkan campuran cokelat, aduk hingga rata.
  • Tambahkan bahan lainnya. Aduk rata.
  • Tuang ke dalam cetakan-cetakan.
  • Panggang dalam oven panas 180 C selama 12 menit hingga matang.
  • Angkat, sajikan panas dengan Saus vanila..
hm... so yummy...

Kamis, 26 Januari 2012

Latihan Perang


Suatu hari satu unit pasukan tentara sedang menjalani latihan perang, namun krisis melanda sangat hebat negara tersebut hingga tidak mampu membeli perlengkapan perang. tapi, sang komandan tidak habis ide.
“Untuk menghemat pengeluaran tentara, maka peralatan perang untuk latihan diganti dengan bunyi mulut”, Kata sang komandan.
“Suara tusukan diganti dengan suara bles…”
“Suara tembakan diganti suara dor…”
“Dan, suara granat diganti dengan suara buuum…”

Maka latihan perangpun dimulai dengan sengitnya, sampai suatu ketika terjadilah keributan sesama prajurit.

Prajurit A :
“Kamu curang, ketika masih jauh saya teriak buum… kamu masih jalan terus mendekati aku. Begitu pula ketika agak dekat saya teriak dor, kamu masih jalan terus. Bahkan ketika berhadapan aku bilang bless… kamu jalan terus. Kenapa kamu?”

Prajurit B :
“Breemmmmm saya panser.”

Rabu, 25 Januari 2012

Mimpi Yang Jadi Kenyataan

Seorang pemuda sedang bercerita tentang mimpi nya semalam

A : "Semalam gue mimpi bro"
B: "mimpi apaan lo?"
A: "mimpi tidur2an ma cewek cantik banget, sampe mo ML segala, tapi ga jadi"
B: "emang kenapa?"
A: "ya gue kebangun. Kesel banget deh . Gue raba2 nyari, eh, ceweknya ga ada. Ya uda, gue tidur lagi aja. Trus mimpi lagi deh"
B: "mimpi apaan lagi?"
A: "mimpi masuk ke toilet, trus di toilet ketemu cewek itu lagi, trus aneh banget gue dikasih uang banyaaak banget bro, berkarung-karung. Kaya nyata banget"
B: "mantabs..."
A: "mantab apanya? pas kebangun gue raba-raba kasur, eh, uangnya engga ada. Nanggung, ya udah gue tidur lagi"
B: "mimpi lagi ga lo?"
A: "yoi"
B: "mimpi apa lagi?"
A: "mimpi tadi tuh masuk toilet trus ee"
B: "trus?"
A: "trus gue kebangun deh...gue raba-raba celana, ada tuh ee nya"
hahahahahahahahahaha

Kepergianmu Dengan Seikat bunga


Kepergianmu Dengan Seikat bunga

Sejak terakhir kali kita bertemu
Aku tak pernah melihatmu lagi
Kamu menghilang dan entah kemana, aku tak tahu
Bila angin akan membawamu kembali
Aku berharap masih sama seperti dulu
Tapi bila takdir tak pernah mempertemukan kita lagi
Biarkan aku bahagia dalam kenanganmu
Langit membentang untuk kamu masuki
Ingat aku jika kau disana
Kukirim kau seikat bunga

Cium keningku saat kau pergi
Bisikanlah kalimat indah
Suatu saat kita pasti bersama
Jalan ini masih panjang

Jika kau hendak berhenti kini
Bisikanlah kalimat indah
Suatu saat kita pasti bersama
Genggam tanganku saat berlari

Cokelat Mousse


  • 200 gram dark chocolate/cooking chocolate
  • 125 ml air hangat
  • 3 butir telur
  • 40 gram gula pasir
  • whipped cream
Cara membuat chocolate mousse

Cairkan cokelat dengan cara menyimpan wadah berisi potongan cokelat kecil diatas jerangan air
(Jaga jangan sampai air masuk kedalam wadah berisi coklat atau wadah menyentuh pinggiran panci)
Biarkan coklat meleleh
Angkat wadah coklat tadi dari atas panci air mendidih
Aduk coklat yang meleleh dengan mixer hingga terlihat mengkilap
Biarkan agak dingin
Tambahkan kuning telur kedalam coklat tersebut, aduk hingga rata, sisihkan
Putih telur diaduk dengan mixer hingga mengembang dan kaku
Masukan gula pasir dan aduk hingga rata.
Masukan adonan putih teur ke dalam adonan coklat, aduk hingga rata
Masukan mousse chocolate tersebut kedalam 6 buah gelas, dinginkan dalam freezer selama 2 jam
Sajikan dingin

Tambah mantab, untuk topping taburi susuk bubuk cokelat.. hmmm..yummy
selamat mencoba  ^___*

7 HARI ANTARA AKU DAN JUNKIE


7 HARI ANTARA AKU DAN JUNKIE

Aku, seorang remaja perempuan yang cuek, ramah dan amat senang menggoda cowok-cowok. Terutama cowok-cowok aneh. Ciri-ciri fisikku, rambut lurus, dagu lancip, berkaca mata, badan kurus, serta kulit hitam yang terdapat tattoo-tattoo peninggalan perang antara aku dan cacar waktu kelas dua SMP. Walau menakutkan kedengarannya, tapi bersyukur masih ada yang bilang “Desy itu manis”.
Tadi itu perkataan yang biasa dilontarkan Siska sahabatku. Biasanya terdengar ketika aku sedang sedih atau merasa tidak pede dengan penampilanku.
Siska adalah sahabatku sejak SMP, kami berkenalan saat kelas dua, sebelumnya kami pernah saling tidak menyukai. Aku tidak menyukainya karena ia berkumpul dengan anak-anak nakal yang biasa dipanggil ‘trouble maker girls’ di sekolah. Sedangkan ia tidak menyukaiku lantaran wajahku yang jutek minta ampun (sudah dari lahir-kodrat alam).
Kami benar-benar bersahabat saat di kelas tiga, itupun melalui kedekatan yang tidak disengaja. Saat kelas tiga kami satu kelas lagi, wali kelas memasangkan kami duduk sebangku. Walau awalnya tidak mau, tapi lama-kelaman kami saling mengenal dan hingga saat ini kami bersahabat.
Sekarang aku dan Siska duduk di kelas dua SMU, sekolah kami berbeda rumah kamipun berjauhan. Walaupun begitu kami sering saling mengunjungi.
“Woi, mau liburan kemana lo?” tanya Siska saat ia menelepon.
“Di rumah aja! Ga ada budget” jawabku dengan nada malas.
“Gimana kalo ke tempat kakak gue?”tanya Siska penuh semangat.
“Ngapain? Malah ngerepotin aja”
“Ngerepotin gimana? Dia sih kesenengan kalo kita kesana ada kita yang bisa masak. Cocok bangetkan? Sekalian hobby, sekalian juga ngeceng-ngeceng temennya. Lumayan...jatah liburan. Mumpung jomblo. Coba deh!”
Akhirnya aku putuskan untuk berlibur bersama Siska, tapi cukup tiga hari dari waktu libur seminggu yang aku punya. Jadi, masuk sekolah nanti aku bisa berbagi cerita seperti yang sahabat-sahabat sekolahku rencanakan. Pasti ceritaku paling seru, apalagi aku berniat ngeceng temen kakak Siska.
Waduh, payah. Teman-teman kakak Siska bukan seperti yang diharapkan. Kalaupun ada yang pas, pasti sudah punya gandengan. Sisanya....sangat tidak diharapkan. Apalagi cowok yang bernama Hendra teman sekampus kakak Siska. Dia seorang junkie alias user alias pemakai narkoba. Dia suka padaku dan caranya mengekspresikan cinta itu aneh. Baru menit pertama kenal sudah memberi perhatian super, ditambah lagi bunga yang Hendra berikan didapat dari memetik di halaman tetangga.
Sebenarnya, kalau Hendra sampai suka padaku itu ya, salahku juga. Lantaran aku goda saat kita kenalan. Aku puji-puji dia. Ternyata dia melayang dan tidak mau turun lagi. Akupun ingin dibawanya melayang. Tapi.....ogah! bagaimana mungkin seorang Desy yang sangat terkenal rajin, pintar dan disayang para guru bisa punya pacar seorang junkie. Tidak ada dalam kamusnya. Walaupun sebenarnya aku suka cowok-cowok aneh. Tapi, yang satu ini kelewat aneh.
“Kemarin, pertama gue lihat lo, gue tahu kalo lo adalah cinta gue. Gue percaya sama love at first sight.” Gila nih cowok. Penggoda ulung.
“Ini hari kedua lo di sini, gue denger tiga hari aja ya? Please...gue mohon untuk lebih lama lagi” ia menatapku penuh harapan.
Ruang tamu ini pasti jadi saksi kebingunganku. Aku tidak menjawab.
Setelah itu kami banyak bercerita tentang dirinya. Ternyata Hendra dari keluarga broken home. Ayah ibunya pergi entah kemana setelah terjadi pertengkaran hebat antara keduanya dua tahun yang lalu, walaupun sesekali mereka menelepon namun, tetap saja tidak pernah bertemu muka. Tidak lama setelah itu kakaknya ditemukan tewas dalam keadaan yang mengenaskan di sebuah gudang tua bekas pabrik kerupuk, disinyalir dibunuh. Namun, sampai saat ini kasusnya belum tuntas.
“Gue udah ga punya siapa-siapa lagi. Gue hidup sendirian. Bergantung sama harta peninggalan orang tua ga cukup bikin gue bahagia. Gue butuh lebih dari sekedar uang. Gue butuh kasih sayang. Gue pikir gue bakal mendapatkannya dari lo.”
Gila, ini cowok jujur banget. Aku jadi merasa iba padanya. Tanpa kusadari air mataku mengalir begitu saja mendengar cerita Hendra. Sangat memilukan sekali hidupnya. Pantas saja ia seperti itu. Tapi, kenapa harus lari ke narkoba? Kenapa tidak ke Tuhan saja? Ah, pertanyaan terlambat. Semua sudah terjadi. Saatnya untuk memulai kehidupan barunya. Aku pikir aku akan membantunya.
Tidak terasa, aku sudah menghabiskan waktu dua hari ini dengan Hendra. Mendengar segala dukanya. Sementara Siska masih sibuk pendekatan dengan anak tetangga sekaligus yang punya kontrakan yang kami tempati ini.
Aku merasa begitu dekat dengan Hendra, aku putuskan akan tinggal seminggu di sini. Aku memang tidak bisa menjadi pacar Hendra, tapi aku bisa menjadi sahabatnya. Aku akan berusaha mengembalikan kebahagiaan dan senyumannya yang hilang.
Tanpa terasa lima hari berlalu, aku dan Hendra makin akrab saja. Terkadang terbesit perasan aneh. Entah apa namanya. Kasihan? Cinta? Atau iba semata?
Sesekali ingin aku menjadi kekasihnya, namun bagaimana kata teman-teman, guru dan keluargaku kalau mereka tahu? Pacar Desy seorang pemakai narkoba. Ah, tidak. Tidak mungkin. Aku tidak akan pernah menjadi kekasihnya walau aku akui aku mulai jatuh cinta padanya.
Sabtu ini hari ketujuh aku menjadi sahabat ‘cinta’ nya. Tidak seperti biasa, ia tampak lebih bersih. Tanpa anting, gelang, kalung dan atribut punk yang setiap hari dipakainya. Jujur saja ia sangat tampan dan memikat.
“Desy suka Hendra seperti ini? Boleh Hendra bersama Desy? Jadi kekasih Hendra untuk selamanya, Hendra janji akan berubah. Hendra akan ambil mimpi-mimpi Hendra yang dulu bersama Desy. Hendra janji akan membahagiakan Desy.”
Ya, ampun. Apa yang terjadi? Dia berubah romantis tanpa kata-kata ‘lo atau gue’, namun semua pertanyaan dan pernyataannya hanya aku respon dengan senyum.
Lama kami terdiam. “Hendra, desy sayang kamu, tapi ga lebih,” “bohong! Hendra tau Desy juga sayang sama Hendra.” Ia begitu berapi-api. “Kenapa, Des? Takut kalau reputasi Desy rusak?” Sungguh menyayat hati dan aku hanya bisa terdiam karena itu benar. Matanya memerah. Akupun mulai menjatuhkan kristal bening di pipiku, bergulir jatuh perlahan ke arah dagu. Kita hening hampir seperempat jam. Lalu ia pamit ke toilet.
Ia kembali dari toilet dengan mata yang lebih merah dari sebelumnya, bibirnya pucat, rambut dan seluruh wajahnya basah seperti kehujanan. Hendra kembali duduk di sampingku. “Hendra, Desy mau jadi pacar kamu!” aku memulai dengan penuh senyum. Ia tersenyum, aku tahu ia bahagia.
Ia sandarkan kepalanya di pundakku, ia genggam erat tanganku. Ada tetes air yang kurasa membasahi pundakku. Aku tahu ia menangis, mungkin terlalu bahagia.
Ia berbisik, “Hendra sayang Desy sampai mati.” Aku terhenyak mendengar ujung kalimatnya, kutempelkan telunjukku ke bibirnya tanda tidak setuju. Baru saja ujung jemariku menempel di bibirnya, ia terjatuh. Terjatuh di pangkuanku dengan hidung dan mulut yang berair. Aku bangunkan ia terus sambil menangis. Ia tidur.
Entah, kisah apa yang harus aku ceritakan Senin nanti pada sahabat-sahabatku di sekolah. Haruskah aku menceritakan tentang “Hendra sayang Desy sampai mati”.
Tujuh hari bersamanya sangat indah. Hendra, kenapa semuanya terlambat? Mungkinkah kehidupan memang seperti ini? “Kita akan tahu sesuatu itu sangat berharga ketika kita telah kehilangan sesuatu yang tidak pernah kita syukuri itu.” Hendra, terima kasih untuk tujuh hari yang mengesankan ini.


Bandung, saat langit gelap   

PRICE TAG - Jessie J

Verse 1
   D
   Seems like everybodys got a price,

   F#minor
   I wonder how they sleep at night.

   Bm
   When the sale comes first,

   G
   And the truth comes second, just stop, for a minute and

   D
   Smile:)!Why is everybody so serious!

   F#m
   Acting so damn mysterious

   Bm
   You got your shades on your eyes

   G
   And your heels so high, that you can't even have a good

   D
   Time.

Pre-chorus.
D
Everybody look to their left (yeah)
F#m
Everybody look to their right (ha)
Bm
Can you feel that (yeah)
G
Well pay them with love tonight...


Chorus:

It's not about the money, money, money
We don't need your money, money, money
We just wanna make the world dance,
Forget about the Price Tag.

Ain't about the (ha) Ka-Ching Ka-Ching.
Aint about the (yeah) Ba-Bling Ba-Bling
Wanna make the world dance,
Forget about the Price Tag.

Verse 2.

(Listen, Okay.)
We need to take it back in time,
When music made us all UNITE!
And it wasn't low blows and video Hoes,
Am I the only one gettin... tired?

Why is everybody so obsessed?
Money can't buy us happiness.
If we all slow down and enjoy right now
Gurantee we'll be feelin
All right.

Pre-chorus.

Everybody look to their left (yeah)
Everybody look to their right (ha)
Can you feel that (yeah)
Well pay them with love tonight...

Chorus:

It's not about the money, money, money
We don't need your money, money, money
We just wanna make the world dance,
Forget about the Price Tag.

Ain't about the (ha) Ka-Ching Ka-Ching.
Aint about the (yeah) Ba-Bling Ba-Bling
Wanna make the world dance,
Forget about the Price Tag.

Bridge.

Lala-Lala-Lalala ay!
Lala-Lala-Lalala ay!
Lala-Lala-Lalala ay!
Price Tag!

Lala-Lala-Lalala ay!
Lala-Lala-Lalala ay!
Lala-Lala-Lalala ay!
Price Tag!

Chorus:

It's ain't about the money, money, money
We don't need your money, money, money
We just wanna make the world, world, world, world, world world dance,
OooOOoooooOOOOh! Yeah!

Ba-Bling Ba-Bling
Aint abouth the uh. Cha-Ching Cha-Ching
Wanna make the world dance,
Forget about the Price

Break it Down.

Money, money, money, uh
Money, money, money
Wanna make the world dance
Forget about the Price (yeah)

Aint about the money, money, money
Aint about the mah-money, mah-money, mah-money
We just wanna make the world dance
Forget about the Price Tag

Aint about the uh Cha-ching, cha- ching
Aint about the yeah Ba-Bling Ba-Bling
Wanna make the world da-nce, da-nce, da-nce
Yeah, yeah, yeaaaaaahh

Love Song Singing

Bandung, 24 Feb ‘08

Love Song Singing

Tertegun sejenak menatap ke luar jendela
Bulir –bulir jernih air menempel di kaca
Tak lama setelah kepergiannya…..

Satu, dua, tiga nestapa kini bermakna
Yang kuasa memberi jalan menuju cinta
Semoga abadi selamanya…

Flying rough, flying trough, flying away
Flying sweet on my lace on my high way
And no comment just I’m here to singing

Dan ia pun menyanyi untuk ku tercinta

Senin, 16 Januari 2012

Omongan Versi Saya


Dua orang teman sedang berbicara, si A dan si B. Si A berbicara ke si B “Ih, ga matching banget sih kerudung ama bajunya”. Yup, si A memang sedang usil terhadap penampilan orang lain. Padahal di dalam hati si C sebagai pendengar berkata kemaren juga dia pake baju ‘ga banget’, celana kedodoran dipadu blazer ngatung. Tapi, si C malas untuk mengungkapkan perasaannya tersebut pada si A. Di dalam pikirannya, hal tersebut tidak layak untuk dibicarakan, apalagi di depan orang lain seperti yang si A lakukan terhadap si B.
Siangnya si B  bercerita ke si C “Tadi dengar ga dia ngomong gitu? Mulutnya bener-bener ga sekolah banget ya... sakit hati sebenernya aku tuh” mendengar curhatan itu, si C cuma bisa menyabarkan hati si A. Padahal si C sendiri pun pernah di usili seperti itu, bahkan berkali-kali. Tapi si C tidak mau ambil pusing lebih baik dia ke toilet dan bercermin kemudian bicara pada bayangan yang ada di hapannya  “u’re beautiful today”.
Menjelang siang, giliran si B yang curhat pada si C, dia bilang “Kok si A gitu doang marah sih?” dan si C hanya menjawab, “lagi sensi kali, lagian ngapain juga ngomong gitu?”. Si B curhat berpanjang-panjang, namun tetap hanya satu yang ada di benak si C, si B orangnya memang sangat usil. Walaupun kadang si B tidak bermaksud menyinggung, tapi yang namanya omongan tuh memang harus dijaga. Omongan itu memiliki 4 sifat berdasar waktu:
1.       Penting dan perlu segera dibicarakan, contohnya: jadwalnya si bos, laporan-laporan yang diminta bos atau unit lain, nasehat-nasehat, ilmu pengetahuan, dll.
2.       Penting namun perlu ditunda untuk dibicarakan: terkadang memberi masukan pada orang lain bisa jadi hal yang perlu ditunda, tergantung pada kebutuhan dan kesiapan si pendengar terhadap masukan tersebut. Dan urgenitas terhadap pemecahan masalah tersebut.
3.       Tidak penting namun layak untuk dibicarakan: lelucon, berita-berita hoax yang tidak menyangkut pribadi siapapun, dll
4.       Tidak penting dan tidak perlu dibicarakan: ngegosipin orang, manas-manasin orang, kritik yang ga solutif, dll.

Nah, kejadian di atas masuk kategori kategori nomor 4. Tidak penting dan tidak perlu dibicarakan, apalagi kalau yang keluar cuma komentar bukan memberi solusi. Maka, berhentilah menjurumuskan diri anda dalam kategori 4. Selain anda membuat gerah orang lain dan di benci, Anda hanya menyia-nyiakan waktu dengan menambah dosa dan bahkan Anda akan kehilangan orang—orang di sekitar Anda tanpa Anda pernah menyadari bahwa mulut Anda telah memakan kepala Anda sendiri.

Jumat, 13 Januari 2012

Di atas Rel


DI ATAS REL
Hari ini cuaca agak mendung, bahkan tadi sempat hujan sebentar. Memang langit kurang cerah sore ini. Tapi, ah, semuanya biasa saja bagiku, karena memang sudah dua minggu ini matahari begitu pelit hanya membagikan sedikit sinarnya pada bumi. Dan seperti hari-hari biasanya, aku masih di sini. Di Stasiun kereta api ini.
Dua orang anak laki-laki berkepala gundul  saling berebut pedang-pedangan plastik berlampu. Ibu mereka sibuk merogoh-rogoh tas tangannya mengambil uang untuk sebuah pedang-pedangan lagi. Seorang bapak datang pada ibu tersebut sambil menjewer telinga kedua anak gundul itu. Si kakak menangis sambil mengucek-ngucek matanya dan si adik diam dengan wajah murung dan marah. Ternyata si kakak dipukul kepalanya oleh si adik dengan pedang-pedangan itu, sampai sedikit terluka. Jadi, wajar saja jika keduanya dijewer oleh ayah mereka. Ibu tersebut coba menenangan kedua anaknya tersebut. Keduanya sudah tampak bersalaman, tapi si kakak masih sedikit sesenggukan.
Ya, hampir tiap hari aku melihat pemandangan seperti itu. Anak-anak kecil saling berebutan mainan. Kalau bukan anak-anaknya para penumpang yang sedang menunggu kereta, pasti itu anak-anak yang selalu berada di tempat ini. Yang entah kemana orang tuanya.
Stasiun hari ini tampak lenggang. Tidak terlalu ramai. Hanya ada sedikit keributan yang diperbuat oleh dua anak gundul itu. Tapi, menurutku memang lebih baik seperti ini, karena kadang aku suka pusing melihat banyak orang berjubelan di sini. Apalagi kalau musim libur dan hari-hari besar perayaan keagamaan. Mudik lebaran lah, mudik natal lah, tahun baru lah, ah, semuanya jadi begitu penat. Walau mereka sibuk berlalu lalang, tapi aku tetap masih di sini.
Aku sudah mengenal stasiun ini dari lima belas tahun yang lalu. Ada banyak yang berubah dari tempat ini. Sekarang, stasiunnya jadi ada dua mengapit  rel-rel yang saling berdampingan. Kalau dulu, penumpang hanya bisa menunggu di satu sisi saja. Lagi pula stasiun kini lebih tinggi dari rel, jadi tidak perlu terlalu banyak tangga untuk menaiki kereta. Tempat ini jadi tidak terlalu kumuh, walau masih saja ada gembel-gembel yang berkeliaran. Satu hal yang tidak berubah dari tempat ini adalah, kursi-kursi besi untuk penumpang yang sedang menunggu kereta itu masih sama seperti lima belas tahun yang lalu.
Kursi-kursi besi bergaya eropa masih berjejer rapi di pinggir-pinggir stasiun. Cat-nya sudah diganti beberapa kali, tapi masih saja terlihat cat-cat kering yang rapuh berjatuhan bagai menelanjangi kursi-kursi antik tersebut. Karat sudah terlihat di sana- sini. Tapi, dari kejauhan besi-besi tua itu masih tampak gagah menawarkan diri mereka untuk disinggahi sejenak. Malah, seorang gembel tua begitu lelap setiap harinya di salah satu kursi panjang di ujung stasiun. Nuansa inilah yang masih aku rasakan sama dengan lima belas tahun yang lalu.
Mataku sungguh tak jemu memandang ke arah dua anak gundul tadi. Aku suka melihat tingkah mereka. Si adik kerap kali menjahili kakaknya. Dan kakaknya tidak pernah sedikitpun membalas, paling-paling ia menjerit kemudian mengadu pada ayah atau ibu mereka. Adik yang satu ini memang tampak lebih hiperaktif. Ia berlari-lari di sepanjang stasiun, ia bahkan menabrak orang-orang di sekitarnya. Jika orang yang ia tabrak melihat ke arahnya, kemudian ia akan mengerang dengan wajah yang ia buat sangar. Matanya dipelototkan, ia memperlihatkan gigi kecilnya yang tajam, seolah hendak mencabik dan mengunyah daging-daging mereka. Dasar anak bandel. Tapi entah kenapa aku begitu suka melihat anak itu.
Anak itu berusia sekitar lima tahun dan kakaknya paling hanya beda dua tahun dengannya. Wajah mereka mirip, tapi perangai mereka sangat berbeda. Si kakak lebih pendiam, sedangkan si adik sungguh membuat kepala ayah mereka pusing. Ayah mereka tidak tahan melihat ulah si adik, apalagi ia juga menendang pot stasiun hingga pecah ketika sedang berlari-lari. Si ayah menarik tangan anak tersebut dan memukul pantatnya. Aku juga bisa melihat si ibu mencubit kaki anak tersebut kemudian memarahi anak itu. Tapi, anehnya tidak sedikitpun ia menangis bahkan tidak tampak menyesali perbuatannya. Ah, dasar anak kecil.
Aku tersenyum. Mungkin aku dulu seperti itu juga, seorang anak kecil yang bandel. Tapi, namanya juga anak-anak. Aku merasa maklum dengan itu semua, juga terhadap tingkah anak itu. Malah aku jadi merasa tambah senang. Dan mataku tidak mau luput memandangnya. Ia masih ada di retinaku. Anak kecil gundul itu. Si adik yang bandel.
Sekejap anak tersebut tenang di pangkuan ayahnya. Namun, begitu ayah ibunya lengah saat mereka sedang ngobrol, anak itu diam-diam menghilang dan kembali asyik dengan dunianya. Ia berlari-lari tiada henti, memutari stasiun yang tidak terlalu besar ini. Dan mataku masih padanya. Anak itu tampak gembira sekali, ingin rasanya aku ikut bersamanya, bermain dan berlari-lari. kemudian aku membayangkan kami terjatuh bersama lalu tertawa terbahak-bahak. Aku benar-benar ingin bermain bersama anak itu.
Toh, usiaku tidak terpaut jauh dengannya. Aku baru sepuluh tahun.  Hanya saja aku seorang perempuan. Dan aku adalah seorang gadis kecil yang baik dan manis. Aku ingin sekali punya adik laki-laki, apalagi seperti adik kecil yang gundul itu. Pipi tembemnya membuat aku ingin mencubitnya keras-keras. Tapi, jangankan punya adik seperti dia, aku sendiri hanya sebatang kara.
Sudah lama sekali tidak ada satupun orang yang menyapaku, bahkan melihatku. Aku hanya ditemani boneka usang yang selalu kubawa kemana-mana, dan seekor anjing tua yang setia. Aku sendiri tidak tahu kemana ayah dan ibuku. Sudah lima belas tahun aku di sini sendiri. Di atas rel ini. Mondar-mandir mencari seseorang yang aku kenal, tapi tidak satupun peduli padaku. Seperti lima belas tahun yang lalu, aku masih di atas rel ini.
Matahari mulai tenggelam, langit menjadi sedikit hitam, sebentar lagi akan terdengar suara azan. Dan burung-burung pulang beriringan ke sarang mereka. Dan mataku tidak mau lepas dari anak itu. Sampai satu ketika ia melihat ke arahku.
Senyumku mengembang padanya. Ia balas dengan senyum manisnya. Kupanggil-panggil dirinya dan tanganku melambai-lambai padanya. Awalnya ia berjalan perlahan, memicingkan matanya mencoba untuk melihatku dengan jelas dan kemudian berlari ke arahku. Dan. Brak! Ada yang menghempas tubuh kami berdua. Sekejap kepalaku pusing, tapi aku bisa melihat senyumnya masih mengembang ke arahku. Kami berdua di atas rel ini entah untuk waktu berapa lama lagi.

LAGA (Part 3)


TV BARU

Ah, sial banget. Hari ini gue engga jadi maen PS bareng Gaza. Padahal gue udah berkhayal kalo gue bakal menang hari ini. Gue udah mempersiapkan diri dengan cara paling oke dan sangat manjur. Pagi-pagi, gue udah minum susu dua gelas, roti dua tangkep sama makan pisang satu. Terus, dilanjutin sama makan sereal semangkok yang dicampur potongan melon dan stroberi. Terus, siangnya gue makan dua piring nasi yang ditemenin sayur asem, tempe bacem, ikan asin peda merah, plus sambel terasi yang super SUHAH! Pokoknya nikmat dan bergizi. Ya…. Akhirnya gue ngasih tau deh, rahasia di balik kejeniusan gue selama ini. Eh, btw lo engga pada ngiler kan, denger gue cerita gini? Enak banget dah.
Oh, ya, tadi itu gue emang engga jadi maen PS sama Gaza, soalnya kita berdua musti masang tv barunya si Gaza. Sebenernya sih, bukan tv baru. Tapi, tv di rumah neneknya yang katanya udah jarang dipake, soalnya nenek sama kakeknya udah punya tv baru. Idih, enak banget ya, jadi orang kaya? Kepengen punya yang baru itu gampang banget. Engga kaya di rumah gue, dari dulu sampe sekarang tv-nya masih aja 14 inch tanpa remot.
Ngomongin tentang tv di rumah gue, gue jadi inget kisah mengharukan di rumah gue. Eh, rumah orang tua maksudnya.
Waktu itu, gue sama adek dan kakak gue lagi pada nonton tv di rumah. Di ruang nonton tv yang besarnya 2x2 meter, gue sama adek dan kakak gue sore itu sedang bener-bener nikmatin yang namanya acara tv. Ya, biasa deh, kalau nonton tv sekitar jam empat atau tiga, apa lagi yang bakal di tonton kalau engga gossip? Dalam satu waktu, dua stasiun tv nyiarin berita-berita heboh seputar artis. Ada yang kawin diem-diem lah, ada yang cerai lah, ada yang kena tuntut lah, dan banyak lagi. Nah, saat itu yang lagi heboh-hebohnya berita tentang artis yang di foto bugil. Gue yang biasanya engga pernah nonton tv, jadi mau engga mau nonton tv. Soalnya, waktu itu lagi libur sekolah dan gue sama sekali engga punya kegiatan.
Selain ngilangin jenuh, gue nonton gossip juga karena memang penasaran sama gossip foto bugil itu. Sebenernya juga, bukan penasaran sama perkembangan kasusnya, tapi karena gue pengen ngeliat fotonya yang barangkali dipampang. Posenya gimana ya? Pasti kerenan gue pas waktu di foto pake cangcut (celana dalam-bahasa sunda) doang sama si Gaza.
Eh, malah lupa. Gue kan, mau cerita tentang kejadian seru di rumah.
Waktu itu gue emang asyik banget ngikutin berkembangan gossip, sampe-sampe tiap ada infotainment gue engga mau ketinggalan. Kerena ada dua stasiun tv yang bareng nyiarin gossip, alhasil gue musti pindah-pindah channel begitu ada iklan.
Si tv emang engga punya remot, so harus di pencet pake tangan dan harus ngegerakin tubuh ke depan tv. Lama-lama capek juga bulak-balik.
Waktu itu, gue punya ide cemerlang buat ngatasin. Caranya, tidurlah tepat di depan tv. Terus, lonjorin kakinya ke arah tv. Dan, gunain tuh kaki buat ngejetrek-jetrekin tv nya.
Iya sih, emang idenya udah klasik. Tapi, cukup berguna.
Akhirnya, waktu udah menunjukan pukul lima, engga kerasa udah dua jam gue di depan tv. Mata gue perih banget, terus kaki gue juga jadi pegel-pegel dan kesemutan. Wah, ini berarti harus ada kesempurnaan ide.
Malemnya, gue masih asik nonton sekeluarga. Nyokab, bokap, adek, kakak, dan si mbok Itun. Kita nonton berdesak-desakan di ruang sempit itu. Kita nonton sinetron yang bikin kakak, nyokab gue, dan si mbok yang semuanya perempuan terisak-isak. Itu pun setelah kita perang rebutan channel. Ya, jelas mereka menang, kakak gue emang galak engga ketolongan. Semua yang di rumah takut sama dia. Dasar cewek!
Udah gitu kesepakatannya pun masih aja nyiksa gue karena gue harus mindahin channel kalau gue pengen nonton yang lain. Itupun setelah iklan sinetronnya dateng. Pokoknya gue be-te abis sama kakak gue.
Setengah jam pun berlalu. Gue kesel dan capek ngikutin aturan nonton. Ya, udah deh, gue ngomel-ngomel.
“Ayah…., beli tv baru dong! Masa sih, tv nya engga ganti-ganti? Liat tuh, orang-orang tv-nya pada gede.” Adek gue merengek sambil terus makan mie instant.
“Iya, nih. Yah, kalo punya duit sih, belinya yang flat gitu…..” kakak gue nambahin.
“Udah deh, udah-udah! Denger ya, gue engga butuh tv gede atau juga plet-pletan. Yang penting ada remotnya aja deh! Yang atomatis dong! Biar Tegan engga tersiksa kayak gini. ” Dari posi tidur gue langsung berdiri sambil ngamuk.
Uuuu… semua pada nyorakin gue kecuali nyokab gue yang tersayang. Terus, nyokab gue tiba-tiba dateng dengan senyuman, “sayang, besok deh, kita sulap tv-nya.”
Semuanya pada bersorak tanda seneng. Yes! Bayangin aja, entar gue bakal punya tv baru. Dan yang jelas pake remot. Gue bisa-bisa engga tidur ngebayangin tv baru.Btw, ada apa sama nyokab gue? Tumben baek banget.
Besok paginya….
Hari ini engga sabar gue pengen liat tv baru. “Mana ma, tv-nya?” gue pagi-pagi udah nanya ke nyokab gue yang lagi sibuk masak di dapur.
“Entar sore” jawab nyokab gue, “terus, yang lama kemana?” gue nanya lagi, “di toko.” Nyokab ngejawab seiritnya.
Wah, tv-nya pasti dijual, kayanya sih, tukar tambah sama yang baru. Seneng banget deh.
Seperti biasa, penghuni rumah pada keluar dari kandangnya kalo udah jam tiga. Ya, apa lagi kalo bukan untuk nonton gossip.
Lha? Tv-nya kok masih sama-sama aja? Kayanya mama salah ngambil tv deh, atau engga tv-nya memang sama tapi di tambah jadi ada remot. Tapi, emangnya bisa kalo tv jadul kayak gini jadi pake remot?
Waduh. “Ma, katanya sekarang tv-nya mau otomatis? Katanya engga mau nyiksa Laga lagi? Ini sih, sama aja.” Gue ngambek ke nyokab gue.
“Ya, ampun Laga…., nih liat!” nyokab gue datang sambil bawa sapu, terus duduk dan dari jauh ngjetrekin tv pake gagang sapu. “Gimana? Otomatis kan? Engga bikin pegel dan sakit mata lagi”
Iiiihhhhhhhhh……. Bete bukan main. Dan lo tau engga, sebenernya sampe tadi siang tv gue ada di toko itu ternyata toko reparasi. Gambarnya banyak semut jadi, kali aja bisa di matiin semut-semutnya.
Ngomongin tv banyak semut, gue jadi inget waktu pertama kali tv itu di bawa ke rumah gue ngegantiin tv item putih yang udah di jual ke loak sekarang.
Waktu itu, siang-siang, dateng nyokab bokap gue boncengan naek pespa bawa kardus. Nyokab gue ternyata baru beli tv. Tumben kali ini engga second. Fresh. Baru. Waktu itu gue masih es em pe kelas tiga. Gue seneng banget walaupun saat itu orang-orang udah pada punya tv yang lebih canggih dari gue. Udah pada pake remot.
Tanpa ba bi bu, tuh tv langsung dipasang. Tapi, aneh kok gambarnya greges begitu? Ada semutnya.
Pasti antenenya nih. Ayah gue perkirakan antenenya jatuh. “Iya, soalnya tadi anginnya gede banget. Sini deh, biar sama Ila aja,” kakak gue tiba-tiba langsung punya inisiatif yang engga pernah kita duga selama ini. Semua bengong keheranan.
Kakak gue dengan semangat empat limanya langsung manjat ke loteng. “Woi… gue udah nyampe atap nih. Gimana, udah jelas belom?” kakak gue teriak-teriak dari atap sambil benerin antene.
“Belom La, sedikit lagi”
“Sekarang gimana?”
“Udah-udah, stop. Ya… engga jelas lagi La. Eh, udah-udah pas.”
“Bener nih….?”
“Ila… tuh, rusak lagi. Coba di benerin lagi!”
“Sekarang gimana?”
“Sip. Sip. Udah pas di situ aja.”
Akhirnya antenenya bener juga. Gue bangga banget punya kakak kayak dia. Cewek tombol yang bisa segalanya, walaupun cerewetnya minta ampun. Tapi, itu bukan salah dia sepenuhnya, soalnya cerewet itu turunan.
Akhirnya, gue sama keluarga gue bisa menikmati tv baru. Kita semua pun nonton dengan tenang pake tv berwarna.
Eh, si Ila kemana? ILA…. ILA…. ILA… ! semua manggil-mangil dan engga ada jawaban.
“Ila udah turun belom?” Hah? Ngedenger bokap gue ngomong gitu, kita semua langsung keluar ngeliat ke atap. Dan yang terlihat adalah, kakak gue masih di sana sedang mematung megangin antene. Mukanya udah merah banget. Dan waktu bokap gue nyamperin ke atap ngajak turun, dia langsung nangis.
Hua… ha… ha… ternyata dia ngerasa teraniaya. Dia bilang kalo kita engga pada sayang ke dia ngebiarin dia megangin antene sedangkan kita enak-enakan nonton, nah, dia malah di jemur sampe tangannya kesemutan. Ya, jelas bakal kesemutan kalo dia dalam posisi berdiri dengan tangan keatas mengangin antene biar engga goyang.
Wadoh…. Kalo inget itu gue jadi malu punya kakak terlalu pinter gitu.